Jumat, 17 Februari 2017

SISTEM TILANG ONLINE, MEMPERMUDAH ATAU MALAH MEMPERSULIT?

Siapa yang di antara kalian pernah di tilang? Aku rasa setiap pengendara kendaraan bermotor pasti pernah di tilang walaupun cuma sekali seumur hidup. Yaaa, sebelas-duabelas sama istilah orang yang belajar naik motor pasti pernah jatuh. Oke, kali ini aku mau sedikit curhat!
Hari Selasa (24 Januari 2017) rasanya aku lagi ketiban apes banget. Aku lupa tepatnya jam berapa, tapi sekitar pukul 08.30 sehabis aku pulang les dari bilangan Menteng, aku kena TILANG!
Jadi, setelah aku selesai les, aku berniat untuk singgah sebentar ke rumah temanku yang ada di jalur cepat Senayan, dekat Samba Futsal. Sebenernya sih ga ada hal penting apapun, aku cuma pengen main aja ke rumahnya karena ada beberapa temanku juga yang lagi main. Singkat cerita, biasanya rute pulangku melewati Cikini-Matraman-Manggarai-Karet-Pejompongan-Palmerah-Pharos-Cidodol. Berhubung rumah temanku di jalur cepat Senayan, pas aku lewat St. Palmerah aku memutuskan untuk langsung belok kanan lewat rel kereta supaya langsung lewat Kemandoran. Dan di situlah ada pak polisi menghadang huhuhu...
Sebenernya di lampu merah Palmerah jarang ada Polisi, biasanya Polisi di sana hanya ada di jam-jam tertentu untuk melerai kemacetan. Taulah yaaa, daerah Palmerah-Senayan macetnya kaya apa, apalagi waktu pergi-pulang jam kantor. Awalnya aku agak sedikit menggerutu ke diri sendiri, padahal tiap hari kalau mau pergi-pulang kampus aku lewat sini, dari zaman SMP juga udah sering lewat sini. Tapi kenapa malah kena tilang di daerah yang sama sekali ga asing buatkuL
Aku akui memang aku yang salah, aku langsung main hajar aja belok ke kanan padahal jelas-jelas di sana ada rambu dilarang belok kanan. Waktu itu pikiranku sempit banget, aku mikirnya mau langsung belok kanan karena gamau lurus soalnya jauh banget sampe 3km (aku cek di Gmaps) dan ga ada puter-balik, adanya belok kanan melewati gedung obat Pharos dan aku harus lewat Permata Hijau-Rawa Belong-Kemandoran dulu kalau mau ke rumah temanku.
Sebenernya sih bisa-bisa aja kalau mau belok kanan dari arah St. Palmerah, pas di lampu merah kalian harus belok kiri dulu ke arah SMAN 24 dan puter balik. Tapi menurutku itu agak ribet. Jadinya aku langsung belok kanan deh hehe tapi di sana malah ada pak Polisi yang menunggu. Sumpah yaa, aku gatau kalau di sana ada Polisi yang sedang bertengger. Ga mungkinlah aku tau ada Polisi tapi aku tetep kekeh belok kanan langsung. Jadi di dekat perlintasan kereta itu ada tukang nasi goreng keliling yang hendak nyebrang dan Polisinya ada dibalik tukang nasi goreng itu jadinya aku ga lihat huhuhu. Padahal jauh sebelum lampu merah aku udah ngecek ada Polisi atau ngga di sana, berhubung sepenglihatan mataku ga ada, jadinya aku santai-santai aja belok kanan hehe tapi ternyata...
Aku lupa detail percakapan antara aku dan pak Polisi, tapi kurang lebih seperti ini:
Aku: A; Polisi: P
P: *Matiin motorku* Mana SIM kamu?
A: Ga punya, pak.
P: STNK?
A: *Cek tas, ambil dompet, kasih pakpol*
P: *Liat STNK* Kamu tahu apa kesalahan kamu? Kamu liat rambu ini *nunjuk rambu* ini artinya dilarang belok kanan langsung tapi kamu malah belok kanan. Ayo ikut saya ke kantor.
(Akhirnya aku dan motorku dibawa ke kantor Polisi yang memang tepat di seberang tempatku di tilang. Berasa artis banget karena semua orang ngeliatin aku huhuhu. Dan di sinilah keanehan dimulai, aku bukan dibawa ke dalam kantornya tapi malah kebelakang kantornya.)
P: *Sibuk nulis surat tilang* Kamu saya tilang yaaa karena ngelanggar rambu dan ga punya SIM. Dendanya 1,5jt dan sidang hari Jumat tanggal 03 Februari 2017. Kamu bisa dateng ga tanggal segitu? Tapi kalau mau nitip, bisa bayar hari ini cuma 100k, uangnya bukan untuk kami.
(Sontak dong aku tersentak. Gila aja, masa tilang sebesar itu? And to be honest, di dompetku cuma tinggal selembar uang bercetak paras Tuanku Imam Bonjol.)
A: Saya ga ada uang segitu pak, saya hubungin temen saya dulu ya.
(Aku langsung kontak kakak ipar dan temanku. Kakak iparku belom bales, temenku bales tapi ga bisa bantu karena dia ga ada uang segitu dan ga punya SIM, takutnya nanti dia juga malah jadi kena tilang. Temenku kasih saran buat nangis aja atau beliin bapaknya rokok. Gimana mau beliin rokok, orang duitku cuma goceng?L)
(Kami berdua terjebak di ruang hening ((ruang heniiiinggg)) soalnya aku sibuk ketak-ketik hp sementara pakpol memecah keheningan ini.)
P: Gimana mbak?
A: Bentar yaaa, Pak. Temen saya belom bales.
(Akhirnya pakpol ninggalin aku soalnya dia dapet mangsa lagi, seorang pria muda yang tampilannya seperti seorang karyawan.)
P: *Pakpol balik* Gimana mbak? *duduk di kursi* (Karena dari tadi fokus sama hp, tiba-tiba aja si Mas yang tadi kena tilang udah ilang wkwk)
A: *diem*
Ga lama kakak iparku telepon. Dia nanya kenapa bisa di tilang? Surat tilangnya warna apa? Pokoknya nanya ini itu ke aku, agak risih juga sih cerita di depan pakpol. Nah, pas aku mengulang kalimat pakpol yang “Dendanya 1,5jt dan sidang hari Jumat tanggal 03 Februari 2017. Kamu bisa dateng ga tanggal segitu? Tapi kalau mau nitip, bisa bayar hari ini cuma 100k, uangnya bukan untuk kami.” ke kakak iparku, pakpol langsung memotong pembicaraanku di telepon.
P: Ga, ga bisa, udah ga bisa, kamu ikut sidang aja. *menyodorkan surat tilang dan kunci motor*
Akhirnya aku memutuskan panggilan telepon, aku ambil surat tilang plus kunci motor, dan langsung melenggang pergi. Entah yaaa, mungkin karena ini bukan pertama kalinya aku di tilang jadinya aku biasa aja (seingetku ini yang keempat hehe). Aku juga ga panik atau gimana-gimana. Padahal dulu pas pertama kali di tilang aku malah nangis saking takutnya dan malah jadi dilepasin sama Polisinya wkwk.
Aku pulang. Di rumah aku langsung cerita sama mama dan kakak-kakakku. Dan alhamdulillah aku ga dimarahin, mereka biasa aja. Malahan kakak ke-empatku malah ngetawain aku, astaga keluarga macam apa ini? >.<
***
penampakan Pengadilan Jak-Pus. agak sulit foto dari depan soalnya banyak pohon, maka jadilah seperti ini haha


maket Pengadilan Jak-Pus

Hari eksekusipun tiba~
Yap, hari ini tanggal 03 Februari 2017. Saatnya aku pergi ke pengadilan untuk mengadiri sidang (Ciyeee sidang). Pukul 09.00 pagi aku ditemani kakak ipar dan ponakan berangkat ke pengadilan Jakarta Pusat. Kurang lebih setengah jam kemudian aku sampai di sana. Lucunya, baru parkir di depan pengadilan, ada seorang jejaka yang langsung memulai percakapan dengan kami. Kurang lebih percakapannya seperti ini:
Aku: A; Jejaka: J; Kakak Ipar: K.
J: Kena tilang ya, Pak?
K: Iya nih, dia yang kena tilang *menunjukku*
J: Kena tilang di mana?
A: Di daerah Palmerah.
J: Boleh lihat surat tilangnya? *aku kasih* banyak juga yaaa pasalnya, ga punya SIM, ngelanggar lalu lintas. Wah! Gede amat dendanya?
(Aku kaget si jejaka ini bisa hapal di luar kepala mengenai pasal-pasal yang tertulis di surat tilang itu. Padahal untuk membaca tulisan si pakpol aja aku kesulitan saking bagus tulisannya hehe)
Kemudian si Jejaka yang akhirnya kuketahui seorang calo ini ternyata menawarkan jasanya untuk mengurus surat tilangku. Tinggal bayar 350k dan semua beres. Tapi kakak iparku menolak, dia bilang mau ngurus sendiri aja. Yaudah, aku sih idem aja hehehe.
Masuklah kami ke bagian samping Pengadilan Jakarta Pusat. Di sana aku melihat pemandangan yang unik. Para pelaku tilang sedang mencari namanya di kertas yang tertempel di dinding. Melihat hal tersebut, aku jadi ingat saat-saat mencari nilai try out semasa sekolah hahaha.
berasa lagi lihat hasil ujian ya pak hehe

Di sana ada satpam yang berjaga, pak satpam dengan tabah menjelaskan bahwa sekarang sudah mulai diberlakukan sistem tilang online. Maka para pelaku tilang tidak perlu menjalani persidangan. Pelaku yang di tilang hanya perlu membayar denda sesuai dengan nominal yang dilingkari Polisi di surat tilang tersebut di ATM BRI (saat ini baru dapat dibayar hanya melalui BRI dan di lokasi tertentu, salah satunya di BRI Kramat). Kemudian mengambil barang bukti (STNK/SIM/dll) di Kejaksaan dan mengisi form pengembalian dana ke BRI. Misal denda yang tercantum di surat tilang adalah 500k sementara denda tilang yang sesungguhnya hanya 69k, maka selisih tersebut dapat dikembalikan oleh BRI ke rekening pelaku tilang. Namun sangat disayangkan, pencairan dana tersebut memakan waktu beberapa hari (tidak bisa cair pada hari H).
Sistem E-tilang ini pun bisa dibilang masih sangat baru karena baru mulai diberlakukan oleh Korlantas Polri pada 16 Desember 2016. Sebenernya aku sih oke-oke aja sama sistem tilang online yang diterapkan oleh Korlantas Polri dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Segalanya jadi lebih mudah, para terdakwa tilang tidak mesti mengikuti persidangan, tinggal bayar denda di bank BRI, ambil barang bukti, dan urus pengembalian dana. Namun rasa-rasanya masih banyak kekurangan yang aku temukan.
Pertama, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, baik dari pihak pemerintah maupun Korlantas Polri sendiri. Meskipun sistem E-tilang sudah berlaku namun masih banyak yang tidak mengetahui alur serta proses tilang online ini. Bahkan para pelaku tilang yang aku temui di pengadilan baru mengetahui sistem tilang online ini saat di pengadilan. Aku sendiri juga baru mengerti setelah kena tilang, yakaliiii semua warga DKI Jakarta mesti kena tilang dulu baru bisa ngerti hehehe. Oh iyaaa fyi, sistem E-tilang ini sudah berlaku di seluruh Indonesia tapi baru di beberapa provinsi atau kota besar saja.
Kedua, masih banyak oknum Polisi yang tidak bertanggungjawab, salah satunya Polisi yang menilangku. Saat di tilang, pakpol sama sekali tidak menyinggung adanya sistem E-tilang. Dia tidak menanyakan identitas atau hal lainnya. Liat STNK dan langsung tulis surat tilang. Padahal dengan sistem E-tilang, seharusnya terdakwa tilang mesti mencantumkan nomor handphone di surat tilang tersebut agar nantinya mendapat SMS dari kepolisian yang berisi nomor VIVA yang gunanya berkaitan dengan proses pengembalian dana.
Ketiga, aku tahu maksud Korlantas memberlakukan sistem E-tilang ialah untuk meminimalisir pungutan liar (pungli) dan istilah damai yang gemar dilakukan oleh oknum Polisi yang tidak bertanggungjawab dan pelaku tilang. Namun kurangnya sosialisasi dan ketidaktahuan masyarakat malah membuka kesempatan bagi oknum Polisi untuk menakut-nakuti masyarakat dengan denda yang luar biasa fantastis. Mereka akan membuat pilihan untuk bayar dengan jumlah besar atau kata-kata damai yang tersirat seperti yang dilakukan Polisiku ((Polisiku)). Nah, kalian pilih mana? Mending uangnya masuk kas negara atau ke kantong pribadi si Polisi?
Keempat, secara keseluruhan sistem E-tilang ini memang membuat segalanya terlihat jauh lebih praktis. Namun sangat disayangkan masih banyak oknum Polisi yang berniat buruk untuk melakukan pungli terhadap masyarakat, dengan melingkari nominal yang besar di surat tilang. Karena sekecil apapun denda tilang kalian yang sebenarnya, kalian tetap harus membayar sesuai dengan nominal yang dilingkari di surat tilang. Istilahnya kalian mesti ‘bermodal’ dulu. Sepertiku, di surat tilang dilingkari nominal sebesar 1,5jt padahal aslinya aku yang melanggar 2 pasal ini hanya kena denda 99k. Aku tetap harus transfer senilai 1,5jt dulu dan setelah mengambil barang bukti, baru bisa mengurus pengembalian dana senilai 1,4jt. Para terdakwa tilang yang kutemui di pengadilan juga mengeluhkan hal yang sama. Mereka yang kebanyakan hanya melanggar 1 pasal (melanggar rambu lalu lintas) hanya kena denda sebesar 69k namun di surat tilang dilingkari 250k/500k. Selisih yang sangat jauh bukan? Di daftar yang ku potret ini pun, kebanyakan para pelanggar lalu lintas sepeda motor sebagian besar dendanya hanya 69k dan 149k untuk mobil. Lantas mengapa Polisi melingkari nominal yang sungguh besar?
mari dilihat, rentang denda hanya pada 69k-149k


Kurang lebih itulah cerita serta pendapatku mengenai sistem tilang online yang kini tengah berlangsung di Indonesia. Ini hanya sekadar sharing pengalaman saja agar tidak ada masyarakat yang tertilang tanpa mengetahui prosedur yang semestinya. Saat ditilang jangan lupa cantumkan nomor telepon (nanti sepertiku, jadi ribet ngurusnya) dan jangan sampai dilingkari nominal yang besar di surat tilang. Karena ketika di pengadilan, ada mas-mas yang juga tidak dimintakan nomor handphone saat ditilang dan malah ada seorang bapak yang di surat tilangnya tidak ada nominal yang dilingkari sehingga dia bingung mesti transfer berapa ke BRI huhuhu. Yang terpenting sih, jangan sampai melanggar tata tertib yang ada saat berkendara (ini nasihat buatku juga hehe). Semoga aku ga ketemu sama pakpol itu lagi wkwkwk amiiiinn...

2 komentar:

  1. Cieee ga jadi bayar 1,5
    Btw gue ngakak ngebayangin lu ngomong 'aku'. Nggak cocoook


    www.zahrasalsa.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah yaaa uangnya bisa untuk hal yang jauh lebih berguna, bayar kkl misalnya :v
      mixagrip kali ah yang cocok haha

      Hapus