Minggu, 08 Januari 2017

Alan dan Langel Bilu

Suatu hari di sebuah rumah yang ada di ujung perumahan Cipulir, terdengar suara gemuruh dari dalam kamar anak laki-laki yang berumur 8 tahun.
          “Ggrrrhhhh... Wussshhh... Wusshhh.... Hiiaaattttttt!!!”
“Astaga Alan, sudah jam berapa sekarang? Anak kecil tidak boleh tidur malam-malam.” ujar seorang wanita dari balik pintu kamar tersebut.
“Iyaaa, Bunda. Sebental lagi yaaa. Ini  Langel Bilunya masih belantem sama monstel Dinosaulus. Bunda jangan belisik, nanti Langel Bilunya ga bisa konsentlasi.”
Yang diajak bicara hanya bisa menggelengkan kepala, lantas dengan sigap memasuki kamar tersebut.
“Sudah jam 10, ayo bereskan mainanmu dan naik ke tempat tidur!”
“Tapi Bundaaaa....”
“Tidak ada tapi-tapian, Alan.”
Tidak ada perlawanan, anak bernama Alan itu hanya bisa merengut dan menuruti semua perintah bundanya. Ia pun bersiap menaiki tempat tidurnya dan membiarkan bundanya membereskan semua mainan yang berserakan di lantai kamar tersebut. Itu merupakan hukuman untuk bundanya yang tega menyuruhnya tidur, pikirnya.
Selepas memasukkan semua mainan Alan ke dalam keranjang mainan, bunda pun menghampiri Alan di tempat tidur, merebahkan selimut bercorak Power Ranger di atas tubuh Alan, dan berkata:
“Jangan merengut gitu dong, sayang. Bukannya bunda melarang kamu bermain, tapi kamu harus tahu waktu. Ini sudah jam 10 malam dan ini waktunya tidur, bukan bermain.”
“Bunda, jahat! Bunda selalu ngelarang aku. Dodo aja nggak pernah dilarang orang tuanya walaupun main sampai tengah malam. Aku benci sama bunda!”
Bunda yang awalnya ingin menjelaskan, kemudian mengurungkan niatnya karena Alan sudah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ya, Alan ngambek, pikirnya. Bunda pun beranjak dari kamar tersebut, dan tak lupa mematikan lampu kamar sebelum menutup pintu.
***

Di sini sesak, tubuhnya tak bisa digerakkan ke mana pun, rasanya kebas dan sakit. Anak itu pun perlahan-lahan membuka matanya. Seketika ia terperanjat saat menyadari tubuhnya tengah tergeletak di atas sebuah meja kayu besar dan diikat sepenuhnya. Mulutnya pun dibekap dengan sehelai kain hitam.
“Arrrgghhh... di mana aku?” ucapnya dalam hati
Tak lama setelah itu, bunyi hentakkan kaki terasa mendekat. Hentakkan kaki itu pasti berasal dari makhluk yang amat besar, sampai-sampai dapat menggoyangkan pijakan di tempat Alan saat ini di sekap.
“Bunda, tolong Alan. Alan takuuuttt...” tutur Alan dalam hatinya. Kali ini sebulir air bening ikut meluncur dari indra penglihatannya.
Bunyi hentakkan kaki itu kini semakin mendekat dan terus mendekat. Pintu di depan mata Alan pun di dobrak hanya dengan satu kali pukulan.
Brraakkkk...!!
Seketika mata Alan membulat begitu mengetahui bahwa makhluk raksasa yang ada di hadapannya adalah Dinosaurus.
“Dinosaulus!” pekik Alan dalam batinnya.
“Hahahaha....jadi ini anak yang berani melawan ibunya sendiri. Kau akan ku jadikan makan malamku hahaha....” kata Dinosaurus seraya membuka kain penutup mulut Alan.
“Tidak! Aku tidak mau! Bundaaa tolong Alaann huhuhu,” tangis Alan pun kini pecah. Ia tidak mau menjadi santapan Dinosaurus tapi ia juga tidak bisa berkutik karena seluruh tubuhnya diikat di atas meja.
Dinosaurus itu tak menghiraukan perkataan Alan, ia mulai mencekik Alan dengan kaki depannya. Air liurnya menetes ke mana-mana akibat seringaiannya yang menakutkan itu. Dan Alan pun kini mulai berontak karena tak bisa bernapas, tapi usahanya sia-sia. Namun, tiba-tiba saja............
Brruuukkkk...!!
“Beraninya kau menyakiti Alan. Lawan aku dulu, Dinosaurus!”
Alan yang masih syok atas apa yang terjadi, kini hanya bisa terpaku menatap sosok yang ada di depan matanya. Langel Bilu!
Setelah melepas ikatan di tubuh Alan, Ranger Biru segera pergi menghampiri Dinosaurus yang sedang terjerembab akibat terkena pukulannya. Namun sebelum itu, Ranger Biru berkata:
“Kau tunggu sini ya, Alan. Aku akan membereskan Dinosaurus itu. Jangan ke mana-mana.”
Alan yang masih terpaku, hanya bisa mengangguk dengan mata berkilauan. Ia tak percaya, Ranger Biru yang biasanya hanya sebuah mainan yang ia mainkan setiap hari, sekarang menjadi nyata! Ranger Biru yang biasanya ia tonton di televisi pada hari Minggu pagi, kini benar-benar ada!
Kemudian Alan tersadar dari lamunannya, di hadapannya kini Ranger Biru sedang melawan Dinosaurus. Sangat seru menonton pertarungan antara Ranger Biru dengan Dinosaurus yang sungguhan, pikir Alan.
“Ayooo, Langel Bilu. Kalahkan Dinosaulus itu. Semangat Langel Bilu...!!” tak henti-hentinya Alan bersorak menyemangati Ranger Biru dengan mata berbinar-binar. Namun, Alan kaget bukan kepalang ketika Dinosaurus berhasil membalas pukulan dari Ranger Biru dan membuatnya terpental.
“Arrrggghhh....” suara Ranger Biru terdengar dari kejauhan.
Dalam keadaan masih tergeletak di atas tanah, Dinosaurus pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia akan menghabisi Ranger Biru dalam satu kali pukulan saja. Ia pun segera menghampiri Ranger Biru.
Alan yang melihat kejadian itu, segera berpikir untuk menyelamatkan Ranger Biru. Langel Bilu tak boleh mati!, batinnya. Ia mencari benda yang sekiranya dapat mengalahkan Dinosaurus itu. Tapi sayangnya, ia tak menemukan apapun di sekelilingnya. Kini, ia pasrah. Namun ketika tak sengaja tangannya menyentuh bagian pinggir celana tidurnya, Alan tahu harus berbuat apa!
***

“Langel Bilu..... awaaassss....!!!!”
Ranger Biru yang tengah memegangi perut akibat terkena pukulan Dinosaurus, berusaha keras untuk menjauh begitu mendengar instruksi dari Alan.
Bug!
Bunyi berdebam terdengar sangat nyaring. Dinosaurus kini telah tergeletak dengan puluhan kelereng disekitarnya. Kelereng-kelereng itu membuatnya tergelincir hingga menabrak dinding raksasa di ujung tempat itu. Dari bekas serpihan dinding yang berserakan, dapat disimpulkan bahwa hantaman antara Dinosaurus dan dinding itu amatlah kuat, sampai-sampai membuat sang Dinosaurus kini tak sadarkan diri.

***

          “Terima kasih, Langel Bilu!” ujar Alan seraya membantu Ranger Biru bangkit dari tempatnya. Sambil menggelengkan kepala, Ranger Biru berkata:
“Aku yang mestinya berterima kasih, Alan! Kau sangat berani melawan Dinosaurus itu walaupun kau tahu itu berbahaya.” ucap Ranger Biru yang masih memegangi perutnya.
Yang diajak bicara hanya bisa tersenyum malu, ia tak menyangka akan dipuji oleh sosok pahlawannya.
“Tapi, Alan.....”
“Ya?”
“Apakah kau telah berkata kasar pada ibumu?”
“B-bagaimana kau tahu, Langel Bilu?”
“Yah, kurasa Dinosaurus mendatangimu karena itu. Ia tidak suka dengan anak yang gemar menyakiti ibunya sendiri. Yaa, itu memang hal baik walaupun menurutku caranya  tidak tepat.”
Dengan tergagap, Alan mengatakan “L-lalu, apakah Dinosaulus itu akan mendatangiku lagi?”
“Kurasa iya,”
Alan yang mendengar jawaban itu hanya bisa terpaku. Ia tak mau menjadi santapan Dinosaurus yang menyeramkan itu. Sekujur tubuhnya dibasahi oleh keringat. Seperti dapat membaca jalan pikiran Alan, Ranger Biru berujar:
“Ada satu cara agar Dinosaurus tidak mengganggumu lagi. Kau harus meminta maaf pada ibumu atas sikap burukmu dan berjanjilah untuk tidak mengulanginya. Jadilah anak yang selalu berlaku terpuji, Alan. Maka semua orang akan menyayangi dan senang berada di dekatmu.”
          “Iyaaa, aku menyesal sudah jahat pada bunda, huhuhu”

***

“Bundaaaaa.....”
“Ya, sayang? Ada apa? Kau nampak sangat bersemangat!”
“Bunda.. Bunda.. Alan ingin minta maaf. Semalam Alan sudah belani melawan bunda, Alan salah bunda huhuhu.”
“Tak apa, sayang. Bunda senang kau sudah mengakui kesalahanmu dan bunda harap kau tidak mengulanginya. Janji?”
“Janji, Bunda!”
“Anak pintar! Ayo sekarang waktunya mandi, bunda sudah siapkan air hangat untukmu.”
Setelah saling menautkan jari kelingking –tanda mereka telah berbaikan, dengan sigap bunda langsung membopong Alan menuju kamar mandi. Di balik pintu kamar mandi pun terdengar suara Alan yang dengan semangat sedang menceritakan mimpinya pada bunda.
“Bunda tahu tidak? Semalam aku dan Langel Bilu sudah mengalahkan Dinosaulus! Awalnya aku di sekap, kemudian Langel Bilu datang menolong. Lalu.....bla...bla...bla...”
Bunda yang sebenarnya agak bingung, hanya bisa menyimak cerita Alan yang penuh antusias itu, dan sesekali membalas dengan “Benarkah?”
***SELESAI***

4 komentar: