(foto saat Tomas Gösta Tranströmer menerima penganugerahan Nobel Sastra) |
Segala hal yang di lakukan dunia ini –apalagi jika hal tersebut dapat mengubah dunia ke arah yang lebih baik, akan terasa lebih menyenangkan jika mendapatkan apresiasi. Salah satu dari apresiasi yang sangat ternama di dunia ialah penghargaan Nobel atau akrab disebut Nobel Prize. Penghargaan Nobel ini pun bermula pada sosok Alfred Bernhard Nobel, ia merupakan seorang ilmuwan Swedia yang berhasil menemukan penemuan besar bagi dunia, yakni dinamit. Berkat penemuannya tersebut, ia mendapatkan limpahan kekayaan yang begitu besar namun sangat disayangkan, penemuannya disalahgunakan sebagai senjata pemusnah oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Atas dasar kekecewaannya itulah, ia mengalami penyesalan dan memutuskan untuk menghibahkan segala harta kekayaannya untuk orang-orang berdedikasi tinggi yang berhasil menciptakan penemuan yang bermanfaat bagi banyak orang atau mengubah dunia ke arah yang positif.
Pada tahun 1901, Alfred akhirnya mendirikan Nobel
Foundation dan mulai resmi setelah ia menganugerahkan penghargaan perdana tersebut
kepada 6 orang tokoh untuk 6 kategori, yakni dalam bidang Fisika, Kimia,
Kedokteran, Sastra, Perdamaian, serta Ekonomi. Penghargaan tersebut dilakukan
rutin setiap tahun dan diberikan setiap tanggal 10 Desember atau bertepatan
dengan hari kematian Alfred Bernhard Nobel. Penganugerahan Nobel ini digelar di
Stockholme Concert Hall, Swedia. Akan tetapi, penghargaan di bidang Perdamaian,
penganugerahannya digelar di Oslo City Hall, Norwegia. Tentunya, karena Nobel Prize ini merupakan penghargaan
yang bertaraf internasional, maka para peraih Nobel ini pun bukan sembarang
orang. Seleksi para peraih Nobel ini melibatkan hingga 3.000 orang kaum
intelektual yang berasal dari Lembaga Pemerintahan, Mahkamah Internasional,
para Rektor, para Guru Besar, Lembaga-lembaga Penelitian, penerima-penerima
Nobel sebelumnya, serta para anggota dari Nobel Foundation di seluruh dunia.
Oleh sebab itu, proses pemilihan tersebut memakan waktu yang tidak sedikit,
yakni satu tahun lamanya.
Perihal Tomas Gösta Tranströmer
Dari sekian banyak kategori atas
penghargaan Nobel, belakangan ini yang menjadi topik perbincangan hangat ialah
penghargaan Nobel Sastra yang pada tahun 2016 yang diberikan kepada Bob
Dylan. Hal ini menjadi kontroversi bagi
beberapa kalangan sebab menganggap Bob Dylan bukanlah orang yang berkecimpung
atau bergelut di bidang Sastra. Ia bukan seorang penyair atau pun penulis,
melainkan seorang Musisi. Dan yang lebih menjadi sorotan ialah sikap Bob Dylan
yang menolak hadiah Nobel tersebut
.
.
Beralih dari kasus Bob Dylan yang sangat fenomenal, mari
mundur sedikit untuk bernostalgia dengan peraih Nobel Sastra tahun 2011. Yang
menarik dari sosok lelaki yang menerima hadiah Nobel pada usia senja ini ialah
ia berasal dari Swedia. Ia lahir di Stockholm, Sweden tepatnya pada tanggal 15
April 1931. Walaupun atas kemenangannya itu ia berhak atas hadiah senilai 10
juta kron Swedia atau setara US$ 1,45 juta atas penghargaan Nobel yang
diumumkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia, ia merupakan peraih
Nobel Sastra kedua yang berasal dari Swedia, yang sebelumnya pada tahun 1974
pernah di raih oleh Eyvind Johnson dan Harry Martinson. Alih-alih berasal dari
negara yang sama dengan negara tempat penganugerahan nobel, Tomas Gösta
Tranströmer tidak sedikit menuai cibiran yang kurang sedap didengar. Ada yang
mengkritik terkait ketidakmerataan peraih Nobel yang sejak tahun 2011, 10
peraih Nobel Sastra terakhir berasal dari Eropa dan Tomas Gösta Tranströmer
merupakan orang ke delapan. Namun, dilansir dari website resmi Nobel Prize, para dewan juri mengatakan
bahwa alasan Tomas Transtromer menjadi peraih Nobel pada masa itu ialah “because, through his condensed, translucent
images, he gives us fresh access to reality.” atau yang berarti “karena,
melalui gambar-gambar ringkas, tembung pandang, ia memberi kita akses segar ke
realitas.”. Sekretaris tetap di Swedish
Academy pun, Peter Englund selaku yang menyerukan pengumuman peraih Nobel
Sastra, membenarkan bahwa keputusan memilih orang Swedia sebagai pemenangnya
telah dilakukan dan dipikirkan secara matang-matang.
Lebih lanjut, sosok Tomas
Gösta Tranströmer sendiri sudah pernah masuk sebagai nominasi Nobel Sastra
sejak tahun 1993. Namun baru mendapatkan penghargaan tersebut pada tahun 2011
setelah mengalahkan para sastrawan dunia terkemuka seperti novelis Haruki
Murakami asal Jepang, Adonis dari Suriah, dan musisi Amerika: Bob Dylan.
Kabar mengenai Tomas Gösta
Tranströmer atas kesuksesannya meraih Nobel Sastra pun nampaknya bukan sesuatu yang
mengherankan, sebab puisi-puisinya telah diterjemahkan hampir ke dalam 60
bahasa dalam kurun waktu 5 dekade terakhir, ia pun kerap meraih berbagai
penghargaan bergengsi lainnya, yakni Bellmanpriset
(1966), Petrarca-Preis (1981), Neustadt International Prize for Literature (1990), Nordic Council Literature Prize (For the Living and the Dead, 1990), Swedish Academy Nordic Prize (1991), Horst Bienek Prize for Poetry (1992), Augustpriset
(1996), Jan Smrek
Prize (1998), Struga Poetry
Evenings Golden
Wreath (2003), Griffin
Poetry Prize (The Griffin
Trust,
Lifetime Recognition Award, 2007), serta Title of Professor (The Cabinet of Sweden, 2011).
Selain menjadi pegiat sastra –dalam hal ini puisi, Tomas
Gösta Tranströmer juga seorang psikilog. Ia selalu mahir membagi waktunya
antara kegiatan menulis dengan pekerjaannya sebagai seorang psikolog. Buku-buku
puisi yang pernah ditulis olehnya, antara lain 17 Poems (17 dikter,
1954), Secrets on the Way (Hemligheter på vägen, 1958), The
Half-Finished Heaven (Den halvfärdiga himlen, 1962), Bells
and Tracks (Klanger och spår, 1966),
Seeing in the Dark (Mörkerseende, 1970),
Paths (Stigar, 1973), Baltics (Östersjöar, 1974),
The Truthbarrier (Sanningsbarriären, 1978),
The Wild Market Square (Det vilda torget, 1983), For the Living and the Dead (För
levande och döda, 1989), The Sorrow Gondola (Sorgegondolen,
1996), Prison (Fängelse,
Edition Edda, 2001 from 1959), dan The Great Enigma (Den stora gåtan, 2004).
Ia mulai dikenal khalayak pertama kali pada tahun 1954
melalui buku puisinya yang berjudul 17
Poems yang menjadi debut sastra terbaik pada dekadenya. Setelah menerima
Nobel Sastra, ia pun semakin di kenal di kancah dunia internasional. Karya-karyanya
yang penuh dengan metafora membuat orang-orang menggemari puisi-puisinya.
Berbagai puisinya pun kerap menggambarkan alam Swedia yang dipaparkan melalui
tema kematian, kenyataan, kesepian, penebusan, dan lain sebagainya. Secara
keseluruhan, puisi-puisi karangan Tomas Gösta Tranströmer bercerita mengenai
perjalanannya ke Balkan, Spanyol, dan Amerika, juga tentang keresahannya
terhadap konflik Baltik yang dianalogikannya sebagai pertentangan antara lautan
dan daratan.
Analisis Struktural Puisi National
Insecurity
Dari sekian banyak puisi yang telah diciptakan oleh Tomas
Gösta Tranströmer, ada salah satu puisi yang menarik minat untuk
menganalisisnya dengan pendekatan struktural. Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, puisi-puisi Tomas Gösta Tranströmer mengandung metafora yang dapat
melahirkan berbagai tafsiran yang beragam bagi para pembacanya. Teori
struktural sendiri merupakan pendekatan yang berlandaskan pada hubungan
unsur-unsur puisi yang menjadikan puisi tersebut terstruktur.
Pendekatan
struktural mulanya dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme
Praha. Sebuah karya sastra, puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah
totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di
satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan,
dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara
bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981:68 dalam Nurgiyantoro,
2007:36). Di pihak lain, struktur karya sastra juga mengarah pada pengertian
hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan,
saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh
(Nurgiyantoro, 2007:36).
Berikut merupakan salah satu puisi dari Tomas Transtromer yang berjudul National Insecurity yang dikutip dari ofiicial website resminya di https://tomastranstromer.net/transtromer-in-translation/poetry/. Puisi tersebut termuat dalam buku New and Collected Poems pada tahun 1997 yang diterjemahkan oleh Robin Fulton ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan oleh Bloodaxe Books.
National Insecurity
By Tomas Gösta Tranströmer
The Under Secretary leans
forward and draws an X
and her ear-drops dangle like
swords of Damocles.
As a mottled butterfly is
invisible against the ground
so the demon merges with the
opened newspaper.
A helmet worn by no one has
taken power.
The mother-turtle flees flying
under the water.
Struktur fisik puisi ialah
unsur pembangun puisi yang nampak. Unsur-unsur itu terbentuk atas
susunan-susunan kata yang ada di dalam sebuah puisi. Struktur fisik puisi
terdiri atas diksi, citraan atau imaji, kata konkret, dan bahasa figuratif.
Diksi –merupakan pilihan kata
yang digunakan penyair agar puisi yang diciptakannya memiliki nilai seni dan
unsur estetika. Dalam puisi tersebut, Tomas Gösta Tranströmer menggunakan
pilihan kata yang cukup rumit. Kata-kata yang digunakannya tidak langsung
tertuju pada pesan yang ingin disampaikannya. Ia begitu banyak menggunakan
metafora di dalam puisi National
Insecurity ini.
Citraan atau imaji, adalah
susunan kata-kata yang merupakan bagian dari pengalaman indrawi. Dalam hal ini,
imaji dibagi menjadi tiga macam, yakni imaji penglihatan, pendengaran, dan
imaji peraba. Di dalam puisi National
Insecurity ditemukan adanya imaji penglihatan yang terdapat pada larik ketiga
yang berbunyi /As a mottled butterfly is
invisible against the ground/, larik kedua yang berbunyi /and her ear-drops dangle like swords of
Damocles./, dan larik
keenam yang berbunyi /The mother-turtle flees flying
under the water./. Selain itu juga ada imaji
peraba yang terdapat pada larik pertama yang berbunyi /The Under Secretary leans forward and draws an X/.
Kata Konkret, ialah kata yang
dapat ditanggap oleh indera yang memungkinkan munculnya imaji oleh pembaca.
Berikut ini adalah kata konkret yang terdapat dalam puisi National Insecurity: /draws/, /dangle/, /mottled/, /newspaper/, /helmet/, /flees/, dan /flying/.
Bahasa Figuratif atau bahasa
kiasan merupakan unsur yang diciptakan penyair untuk memberi kesan puitis
terhadap karangannya. Bahasa figuratif juga biasa disebut dengan majas. Dan di
dalam puisi National Insecurity terdapat beberapa majas, yakni majas simile yang terlihat pada larik kedua
yang berbunyi /and her ear-drops dangle
like swords of Damocles./ di dalam larik tersebut telinga (ear) diumpakan sebagai pedang Damocles yang menjuntai dengan kata /like/. Ditemukan juga majas
personifikasi yang terdapat pada larik ketiga yang berbunyi /As a mottled butterfly is invisible against
the ground/ di dalam larik tersebut penyair menggambarkan manusia sebagai
kupu-kupu berbintik-bintik yang tidak terlihat oleh tanah. Kemudian juga
terdapat majas hiperbola yang terdapat pada larik keenam yang berbunyi /The mother-turtle flees flying under the
water./ di dalam larik tersebut terlihat ada hal yang sangat
dilebih-lebihkan, yaitu terbang di bawah air (flying under water).
Setelah menelaah mengenai
struktur fisik sebuah puisi, hal selanjutnya ialah analisis struktur batin yang
merupakan bagian tak kasat mata yang ada di dalam puisi. Struktur batin inilah
yang berperan penting membuat sebuah puisi menjadi jauh lebih hidup dan membangun
makna puisi tersebut agar tertangkap oleh para pembaca. Struktur batin puisi
terdiri atas tema, rasa, nada, serta amanat.
Tema atau makna (sense) dalam puisi merupakan keseluruhan
gagasan yang ingin disampaikan oleh sang penyair. Tema dalam puisi National Insecurity ialah mengenai
politik. Hal ini dapat dilihat dari adanya kata-kata /The Under Secretary/ yang berarti wakil menteri dan /power/ yang berarti kekuasaan.
Rasa ialah sikap penyair yang
diciptakan atas permasalahan yang ada di dalam puisi karangannya. Rasa atau feeling yang terdapat dalam puisi ini
adalah pengungkapan rasa kekecewaan terhadap jajaran pemerintahan yang berlaku
semena-mena karena memiliki kekuasaan.
Nada atau tone adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada sendiri sangat
berkaitan erat dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan puisi
karangannya dengan nada yang didasari atas tema dan rasa yang terbentuk. Nada
yang terkandung dalam puisi National
Insecurity ialah nada kemarahan yang bercampur dengan kekecewaan atas sikap
pemerintah.
Amanat merupakan pesan atau
nasihat yang ingin disampaikan sang penyair kepada para pembaca puisinya. Pesan
ini bisa ditangkap secara langsung maupun tersirat, tergantung oleh pemaknaan
pembaca atas puisi itu sendiri. Dan di dalam puisi National Insecurity terdapat pesan bahwasanya suatu masalah tidak
akan terselesaikan tanpa adanya perlawanan. Seperti Tomas Gösta Tranströmer
yang melawan peristiwa kerawanan sosial dengan sebuah puisi. Puisi tersebut
juga memiliki pesan bahwa kekuasaan mengambil peran penting dalam segala hal,
terutama politik.
Daftar Pustaka
Akhirnya posting tugas di grup yee
BalasHapusEh kok grup sih! Blog, maksudnya wakakaka
Hapushahaha mayan ra buat menuh-menuhin blog :v
HapusBlog yang bagus.... semoga terus berkembang....Saya ingin berbagi wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez (imajiner) artikel di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/09/wawancara-dengan-gabriel.html
BalasHapus